IMPLEMENTASI LTE/4G DAN KESIAPAN INFRASRUKTUR TIK INDONESIA
Latar Belakang
Fenomena yang terjadi di Indonesia
saat ini menunjukan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia sudah sangat
membutuhkan internet sebagai media penunjang aktivitasnya. Hal ini dibuktikan
dengan fakta bahwa terjadi peningkatan jumlah pengguna internet di Indonesia, pada akhir
tahun 2011 berjumlah 55 juta pengguna[1] sampai dengan Oktober 2012 naik
menjadi 62 juta pengguna[2] dengan jumlah 226.085.588 pelanggan selular dan
34.055.213 pelanggan fix wireless access
(FWA)[3]. Dengan jumlah pengguana yang sebanyak ini dan terus bertambah
dari tahun ke tahun tentunya dibutuhkan penerapan teknologi yang sesuai untuk
kebutuhan kecepatan akses layanan dan aplikasi. Dengan melihat situasi ini
tentunya implementasi LTE serta penyusunan program kedepan menuju 4G dan 5G sangat
diperlukan. Hal ini diperkuat dengan kajian dari World Bank pada tahun 2009 [4]
yang menyatakan bahwa kenaikan penetrasi broadband sebesar 10 persen di negara
berkembang akan meningkatkan PDB perkapita sebesar 1,38 persen. Selain itu,
penelitian dari McKinsey Global Institute[5] mengungkapkan bahwa sumbangan
internet bagi PDB negara-negara besar mencapai 3,4 persen dan untuk tingkat
dunia kontribusi tersebut adalah sekitar 2,9 persen.
Inilah yang menjadi alasan bahwa pemerintah
harus secepatya melakukan implementasi LTE serta menyusun program kedepan menuju
4G dan 5G dengan tujuan yakni selain sebagai penunjang aktivitas masyarakat,
juga berdampak positif sebagai potensi penggerak perekonomian bangsa. Dalam
work Group Spectrum 4G Kominfo meggambarkan dampak baik implementasi 4G sebagai
berikut[6] : Dari aspek regulasi
implementasi 4G dapat mendorong penggunaan spektrum frekuensi secara efektif
dan efisien, menyeimbangkan penggunaan pita frekuensi, antara kondisi eksisting
saat ini dengan perkembangan teknologi terbaru, serta menambah alternatif dalam
upaya mengejar ketertinggalan teledensitas ICT dan penyebaran layanan secara
merata ke seluruh wilayah Indonesia dan mendorong ketersediaan spektrum
frekuensi untuk secara merata ke seluruh
wilayah Indonesia dan mendorong ketersediaan spektrum frekuensi untuk kebutuhan
jangka panjang. Dari aspek ekonomi dan bisnis implementasi 4G dapat mendorong
percepatan dan pemerataan pembangunan, memfasilitasi penggunaan frekuensi yang
kondusif sehingga tarif akses Internet serta layanan broadband dan multimedia
menjadi lebih kompetitif dan terjangkau, serta membuka peluang bangkit dan
meningkatnya daya saing industri dalam negeri baik secara langsung misalnya
industri manufaktur, aplikasi, konten-,
maupun secara tidak langsung melalui kontribusi 4G dalam peningkatan effisiensi
dunia usaha. Dari aspek teknologi
implementasi 4G dapat memfasilitasi adaptasi terhadap perkembangan teknologi, menciptakan
mekanisme perizinan alokasi spektrum frekuensi radio untuk penerapan sistem
teknologi 4G yang fair, dan transparan, baik untuk tahap uji coba sistem maupun
komersial.
Kita sudah megetahui bahwa
implementasi 4G akan bermanfaat baik secara makro ekonomi bagi pertumbuhan
masyarakat Indonesia, sekarang yang menjadi persoalan adalah mengapa hingga
saat ini belum dilakukan implementasi 4G
di Idonesia ? Apakah terkait kurangnya infrastruktur seperti perangkat,
alokasi spektrum dan regulasi yang ada ?
Sekilas Tentang LTE dan 4G
Teknologi 4G merupakan teknologi
akses nirkabel generasi ke-empat yang akan menggantikan teknologi akses
nirkabel generasi ke-tiga (3G). Teknologi ini menyediakan layanan video, data
dan suara berbasis IP yang memiliki rata-rata pengiriman data lebih tinggi dari
generasi sebelumnya. Teknologi 4G merupakan solusi IP yang komprehensif dimana
suara, data, dan arus multimedia dapat sampai kepada pengguna dengan kecepatan
pengiriman data lebih tinggi dari generasi sebelumnya. Setiap handset 4G akan
langsung mempunyai nomor IPv6 dilengkapi dengan kemampuan untuk berinteraksi
internet telephony yang berbasis Session Initiation Protocol (SIP).Kementerian
Kominfo melakukan optimalisasi spektrum eksisting kepada penyelenggara seluler
eksisting berijin dengan tetap menyusun
refarming frekuensi. Saat ini reframing sedang dikaji oleh Ditjen SDPPI,
termasuk pengkajian permohonan trial LTE
di pita frekuensi eksisting. Antisipasi Kementerian Kominfo terhadap
kemungkinan akan dikembangkannya layanan 4G adalah hal yang penting dan
strategis, karena cepat atau lambat layanan tersebut akan diterapkan di
Indonesia, sehingga Pemerintah akan memiliki dasar kebijakan yang komprehensif.[6]
Teknologi 4G memberikan layanan
transfer data yang sangat cepat, bahkan lebih cepat daripada koneksi broadband
wireless rata-rata saat ini. Saat ini, ada dua macam teknologi yang menjadi
poros dari perkembangan teknologi 4G, yaitu WiMax dan LTE (Long Term Evolution).
Kedua teknologi ini diharapkan dapat menyediakan layanan akses data wireless
dengan kecepatan tinggi bagi pelanggan. Akan tetapi, LTE lebih cocok dengan
jaringan GSM sebagai jaringan mobile yang dominan saat ini, sehingga jalur
evolusi nirkabel yang mengarah ke LTE. Teknologi LTE merupakan ekosistem
teknologi nirkabel terbesar.[7]
Data Infrastruktur TIK Indonesia
Implementasi LTE di Indonesia
tentunya tidak bebas dari hambatan. Salah satu hambatan yang terjadi adalah meyangkut
kesiapan infrastruktur TIK di Indonesia. Namun seirig dengan perkembangan
inovasi dalam teknologi, Infrastuktur TIK Indonesia juga mengalami kemajuan.
Dalam buku putih Kementrian Komunikasi dan Informatika tahun 2012 dijelaskan
mengenai perkembagan pembangunan infrastruktur TIK di Indonesia. Antara lain[8]
Pembangunan infrastruktur jaringan Fiber Optic telah mencapai total panjang
41.151,6 Km, yang diperkirakan akan selesai pada tahun 2014. Pembangunan FO
telah berlangsung meliputi wilayah pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi, Bali dan
Nusa Tenggara dengan total kapasitas 2.071,18 Gbps dan 1616 core yang tersebar
di wilayah tersebut. Sejauh ini untuk wilayah pulau Jawa pembangunan FO mencapai
60,37% dari seluruh total panjang yang sudah dibangun diikuti wilayah Sumatera,
Sulawesi dan Bali-Nusa Tenggara dengan total penyelenggara sebanyak 26. Selain
itu ada pula perkembangan Infrastruktur VSAT (Very Small Aperture Terminal)
atau terminal pemancar dan penerima transmisi satelit yang tersebar di banyak
lokasi dan terhubung ke hub sentral melalui satelit dengan menggunakan antena.
Data yang didapatkan bahwa Infrastruktur VSAT sendiri saat ini memiliki HUB
dengan jumlah 72 dengan kapasitas 1.394,856 Mbps. Jumlah penyelenggara sebanyak
68 penyelenggara dengan jumlah remote 39.014 dan kapasitas remote 1.604,2305
Mbps untuk mendukung transmisi ke satelit. Ada pula microwave pada tahun 2011
berjumlah kurang lebih 17 penyelenggara dengan kapasitas bandwidth total 15,6
Gbps dan total lokasi tempat fasilitas atau peralatan penyelenggara jasa
internet teleponi yang terhubung dengan jaringan telekomunikasi yang dikenal
dengan Point of Presence (POP) sebanyak 180. Dengan jumlah kapasitas tersebut
diharapkan dapat meningkatkan akses telekomunikasi khususnya penggunaan kapasitas
microwave. Infrastruktur telekomunikasi untuk Base Transceiver Station (BTS)
untuk jaringan 2G dan 3G di Wilayah Indonesia terkonsentrasi di Pulau Jawa
dibandingkan dengan wilayah Indonesia lainnya. Jumlah BTS 2G untuk wilayah Jawa
43.224 dan untuk BTS 3G sebanyak 15,331 node. Wilayah Indonesia berikutnya yang
cukup tinggi jumlah BTS 2G dan 3G adalah wilayah Sumatera dengan 20.617 BTS 2G
dan 3480 node 3G. Sementara untuk wilayah Indonesia tengah dan timur relatif
memiliki komposisi yang sama dengan kisaran 3900 sampai dengan 4800 jumlah BTS
2G dan 1000 sampai 1300 node 3G, kecuali untuk wilayah Maluku dan Papua
memiliki jumlah paling sedikit dengan 959 BTS 2G dan 125 node 3G. Persebaran
jumlah BTS 2G dan node 3G yang terkonsentrasi di wilayah Jawa dan Sumatera dikarenakan
jumlah penduduk di wilayah tersebut padat sehingga pembangunan BTS di wilayah tersebut
tinggi. Secara distribusi persebaran
Point of Presence (POP) untuk masing-masing penyelenggara jasa multimedia
dengan kelompok ISP, ITKP, NAP dan SISKOMDAT terkonsentrasi di wilayah Jawa.
Untuk penyelenggara ISP di wilayah Jawa, jumlah POP sebanyak 894, dengan jumlah
penyelenggara sebanyak 230 penyelenggara. Sementara untuk wilayah Sumatera
dengan jenis penyelenggara ISP, jumlah POP sebanyak 126 dengan jumlah
penyelenggara 91. Untuk wilayah Indonesia lainnya persebaran POP dengan komposisi
jumlah penyelenggara hampir terdistribusi dengan komposisi yang tidak berbeda
jauh. Untuk penyelenggara multimedia lainnya seperti NAP, ITKP, dan SISKOMDAT,
persebaran POP juga terkonsentrasi di Wilayah Jawa namun komposisi POP dan
jumlah penyelenggara multimedia tidak berbeda terlalu jauh jika dibandingkan
dengan jenis penyelenggaraan ISP. Kapasitas bandwidth nasional untuk jenis
penyelenggaraan Internet Service Provider (ISP) memiliki komposisi bandwidth
IIX sebesar 124,207,048 Kbps dan OpenIXP sebesar 248,778,308 Kbps. Sementara untuk
jenis penyelenggaraan NAP memiliki komposisi bandwidth IIX sebesar 12,355,376
Kbps dan OpenIXP sebesar 15,158,440 Kbps. Secara total untuk penyelenggaraan
ISP, kapasitas bandwidth nasional adalah sebesar 372,985,356 dan untuk NAP
total kapasitas bandwidth nasional sebesar 27,513,816 Kbps. Pembangunan
infrastruktur Backbone FO di wilayah Indonesia masih berlangsung, sejauh ini
total panjang FO yang telah dibangun adalah 41.151,6 Km. Pembangunan untuk
wilayah Jawa sejauh ini mencapai 60,37% dari total seluruh FO yang sudah
dibangun, dan untuk Sumatera 36,3% dari total seluruh FO yang sudah dibangun.
Sementara untuk Indonesia Timur, pembangunan FO sejauh ini untuk wilayah Sulawesi
mencapai 1,9% dari total yang sudah dibangun dan wilayah Bali dan Nusa Tenggara
mencapai 1,38%. Dalam kurun waktu dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2011,
untuk kelompok penyelenggara jasa multimedia rata-rata mengalami peningkatan.
Penyelenggara jasa multimedia ini terdiri dari kelompok Penyedia Jasa Layanan
Internet (ISP), Penyedia Akses Jaringan (NAP), Internet Teleponi untuk
Keperluan Publik (ITKP), dan Sistem Komunikasi Data (Siskomdat). Untuk kelompok
ISP mengalami peningkatan 27 ISP baru, 3 peningkatan NAP, ITKP tetap dan Jasa
Siskomdat mengalami peningkatan 2 ijin baru pada tahun 2011. Dalam kurun 2010
ke 2011, persentase peningkatan total penerbitan jasa multimedia meningkat
12,07%. Sementara persentase peningkatan total dari kurun waktu 2008 sampai
dengan 2011 mencapai 35,19%.
Spektrum dan Regulasi
Telekomunikasi adalah salah satu
aspek ICT yang saat ini telah dimanfaatkan oleh sebagian besar penduduk
Indonesia lebih dari 80%
teledensity.Berkembangnya ICT menjadi general technology sebagai bagian
integral dari Infrastruktur Nasional, Layanan teleponi, internet kecepatan
tinggi maupun layanan multimedia real-time lainnya. Peningkatan kebutuhan yang
terus menerus (data statistik: jumlah pelanggan 3G akan terus meningkat
melewati 10 juta dan jumlah pelanggan broadband akan meningkat mendekati angka
10 juta di tahun 2012) . meningkat mendekati angka 10 juta di tahun 2012)
.Operator telekomunikasi selular maupun operator FWA (CDMA) di Indonesia
menunjukan minat untuk mengoperasikan teknologi 4G.Korelasi perkembangan jumlah
pelanggan broadband di suatu negara dengan pertumbuhan ekonomi (peningkatan 10%
penetrasi broadband akan berknotribusi dengan peningkatan ekonomi sebesar 1.3%,
Bank Dunia, Qiang 2009). Secara global, kita juga menyaksikan dukungan
pemerintah terhadap perkembangan broadband, di mana teknologi 4G enjadi salah
satu bagian pentingnya, telah secara luas terimplementasi di negara lain, baik
negara maju maupun negara berkembang
Identifikasi peralihan teknologi 3G
ke 4G dan kesiapan operator jaringan bergerak yang telah mendapatkan izin penyelenggaraan
jaringan bergerak seluler generasi keempat (4G), baik untuk tahap uji coba
maupun komersial.Penyusunan dan merumuskan konsep dan strategi serta regulasi
yang diperlukan dalam implementasi 4G di Indonesia, diutamakan untuk rentang frekuensi
yang dipakai secara global. frekuensi
yang dipakai secara global. Identifikasi
awal kontribusi teknologi 4G terhadap ekonomi Indonesia, misalnya cost benefit
analisis awal untuk mengidentifikasi manfaat dan resiko dalam penetapan
regulasi frekuensi 4G.
Pendefinisian ulang hak guna frekuensi untuk
setiap izin frekuensi eksisting antara lain sangat diperlukan untuk
implementasi 4G: Dimensi Frekuensi : Frekuensi kerja, lebar pita termasuk guard
band yang diperlukan (in-band + out-of-band emission). Dimensi Waktu : Waktu
kerja, termasuk “guard time”.Dimensi Spasial: Lokasi pemancar, daerah cakupan
geografis, azimuth, elevasi, dsb termasuk ”guard space” / daerah penyangga
dengan ”adjacent areas”.Transformasi dari metoda pengelolaan frekuensi: Mekanisme
pasar yaitu lelang frekuensi. Hal ini dilakukan untuk alokasi eksklusif
frekuensi pita lebar akses di suatu wilayah untuk pengguna tertentu, seperti
BWA, selular, pay-TV, mobile-TV, dsb. Spectrum commons / Penggunaan spektrum
bersama oleh semua pengguna (general user). Khususnya untuk penggunaan pita
frekuensi ISM band, U-NII, perangkat low power, WiFi 2.4, 5.x GHz band,
dsb.Mekanisme lain yang adaptif terhadap perkembangan teknologi wirelessyang
inovatif dan bergerak sangat cepat.
Pengelolaan spektrum frekuensi
haruslah Bersifat komprehensif, sistemik dan terpadu. Penerapan secara
Internasional yang diatur dalam Radio
Regulations. Dikembangkan dalam aturan yang bersifat
supra-nasional.Mampu mengakomodasikan kebutuhan masa depan, baik dari sisi
layanan maupun dari sisi cakupan geografi. Berorientasi pada kesejahtaraan
masyarakat yang didasarkan pada kebutuhan nasional dan mengikuti perkembangan teknologi (yang selalu
berkembang dan berkelanjutan).
Spektrum frekuensi harus dikelola
secara efektif dan efisien melalui: (1) Perencanaan penggunaan spektrum
frekuensi yang bersifat dinamis dan adaptif terhadap kebutuhan masyarakat dan
perkembangan teknologi. (2) Pengelolaan spektrum frekuensi secara sistemik dan
didukung sistem informasi spektrum frekuensi yang akurat dan terkini. (3)
Pengawasan dan pengendalian penggunaan spektrum frekuensi yang konsisten dan
efektif. (4) Regulasi yang bersifat antisipatif dan memberikan kepastian. 4. Regulasi yang bersifat antisipatif dan
memberikan kepastian. (5) Kelembagaan pengelolaan spektrum frekuensi yang kuat,
didukung oleh SDM yang profesional serta prosedur dan sarana pengelolaan
spektrum frekuensi yang memadai.
Regulasi spektrum pita lebar
dilakukan dengan mempertimbangkan: Masa waktu izin dengan Dasar hukum :
·
UU 36/1999 tentang Telekomunikasi
·
UU 22/2002 tentang Penyiaran
·
PP 52/2000 tentang Jangka waktu izin
penyelenggaraan telekomunikasi
·
PP 53/2000 tentang Jangka waktu izin
frekuensi radio
· Permen 17/2005 tentang Jangka wakti izin
frekuensi radio – Permen 17/2005 tentang Jangka wakti izin frekuensi radio
· Permen 17/2005 tentang Jangka wakti izin
frekuensi radio
Regulasi untuk
teknologi terbaru, misalnya: Ultra Wide
Band, Cognitive Radio, Broadband Wireless Access. Konvergensi antara layanan
yang berbeda serta segment yang berbeda, misalnya antara segmen telekomunikasi
dengan penyiaran.Adanya segmen pemakai potensial baru atau konvergensi segmen
pemakai.Misalnya apakah teknologi 4G hanya dialokasikan untuk sistem komunikasi
bergerak, atau untuk sistem komunikasi tetap atak untuk keduanya.Perbedaan dan
Standard yang berkompetisi, Band Plan, dll
2. Perbedaan dan Standard yang berkompetisi, Band Plan, dll Diantara Uni
Eropa, Amerika Utara, Asia (Jepang, Korea, China, dll)Pada beberapa kasus, Band
plan dari teknologi yang berkompetisi saling berlawanan satu sama lain. Metode
Pengelolaan Spektrum yang baru untuk meningkatkan penggunaan spektrum yang
efisiensi seperti spectrum trading, secondar market, dll.Pelunya dilakukan
kajian awal analisis ekonomis dampak 4G bagi perekonomian Indonesia. Kajian ini
harus dilakukan secara terpadu dan lintas disiplin
Kesimpulan dan Saran
Infrastruktur
adalah salah satu yang sumber daya yang mahal dalam upaya untuk melakukan
sebuah pembangunan. Hal ini karena infrastruktur terkait perangkat keras atau
hardware yang dalam proses pengadaannya membutuhkan waktu dan juga dana yang
tidak sedikit. Sedangkan frekuensi adalah sumber daya alam yang sangat terbatas
yang harus dimanfaatkan secara baik penggunaannya dengan sistem manajemen yang
prima demi tercapainnya pertumbuhan masyarakat. Untuk regulasi di Indonesia
masih harus diperkuat konsistensinya agar tidak terjadi penyelewengan yang
dapat merugikan negara. Dan yang paling penting adalah keseriusan pemerintah
dalam eksekusi kebijakan terkait implementasi 4G agar perecanaan ini tidak
hanya sekedar kajian tetapi bisa didapat manfaatnya bagi seluruh masyarakat
Indonesia.
Dari
berbagai macam data pendukung mengenai infrastruktur TIK di Idonesia, bisa
dikatakan dari sisi infrastruktur Indonesia sebenarnya telah siap untuk
melakukan implementasi terhadap teknologi LTE/4G. Hal ini bisa dilihat dari
data infrastruktur TIK Indonesia yang selalu meningkat setiap tahunnya. Dari
sisi alokasi frekuensi pun sebenarnya regulator telah melakukan kajian terhadap
alternatif band 700 Mhz dan 2600 Mhz untuk implementasi 4G/LTE. Sedangkan dari
sisi regulasi pun telah ada aturan tentang izin penyelenggaraan telekomunikasi
serta penggunaan teknologi baru. Saat ini tinggal bagaimana semua stakeholder
di bidang telekomunikasi saling bekerja sama
untuk mendukung implementasi 4G/ LTE di Indonesia.
Referensi
:
[1].
internetwordstat
[2].
APJII, 2012
[3].
Statistik ADO 2011, Dir. Pengendalian PPI, Kominfo
[4][5][6][7][8].
Buku Putih Kementrian Komunikasi dan Informatika 2012
[9].
Work Group Spectrum 4G Spectrum 4G Yogyakarta, Kominfo 5 – 7 Mei 2010