Sunday, March 24, 2019

IMPLEMENTASI LTE/4G DAN KESIAPAN INFRASRUKTUR TIK INDONESIA



Latar Belakang
            Fenomena yang terjadi di Indonesia saat ini menunjukan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia sudah sangat membutuhkan internet sebagai media penunjang aktivitasnya. Hal ini dibuktikan dengan fakta bahwa terjadi peningkatan jumlah  pengguna internet di Indonesia, pada akhir tahun 2011 berjumlah 55 juta pengguna[1] sampai dengan Oktober 2012 naik menjadi 62 juta pengguna[2] dengan jumlah 226.085.588 pelanggan selular dan 34.055.213 pelanggan fix wireless access  (FWA)[3]. Dengan jumlah pengguana yang sebanyak ini dan terus bertambah dari tahun ke tahun tentunya dibutuhkan penerapan teknologi yang sesuai untuk kebutuhan kecepatan akses layanan dan aplikasi. Dengan melihat situasi ini tentunya implementasi LTE serta penyusunan program kedepan menuju 4G dan 5G sangat diperlukan. Hal ini diperkuat dengan kajian dari World Bank pada tahun 2009 [4] yang menyatakan bahwa kenaikan penetrasi broadband sebesar 10 persen di negara berkembang akan meningkatkan PDB perkapita sebesar 1,38 persen. Selain itu, penelitian dari McKinsey Global Institute[5] mengungkapkan bahwa sumbangan internet bagi PDB negara-negara besar mencapai 3,4 persen dan untuk tingkat dunia kontribusi tersebut adalah sekitar 2,9 persen.
             Inilah yang menjadi alasan bahwa pemerintah harus secepatya melakukan implementasi LTE serta menyusun program kedepan menuju 4G dan 5G dengan tujuan yakni selain sebagai penunjang aktivitas masyarakat, juga berdampak positif sebagai potensi penggerak perekonomian bangsa. Dalam work Group Spectrum 4G Kominfo meggambarkan dampak baik implementasi 4G sebagai berikut[6] :  Dari aspek regulasi implementasi 4G dapat mendorong penggunaan spektrum frekuensi secara efektif dan efisien, menyeimbangkan penggunaan pita frekuensi, antara kondisi eksisting saat ini dengan perkembangan teknologi terbaru, serta menambah alternatif dalam upaya mengejar ketertinggalan teledensitas ICT dan penyebaran layanan secara merata ke seluruh wilayah Indonesia dan mendorong ketersediaan spektrum frekuensi untuk  secara merata ke seluruh wilayah Indonesia dan mendorong ketersediaan spektrum frekuensi untuk kebutuhan jangka panjang. Dari aspek ekonomi dan bisnis implementasi 4G dapat mendorong percepatan dan pemerataan pembangunan, memfasilitasi penggunaan frekuensi yang kondusif sehingga tarif akses Internet serta layanan broadband dan multimedia menjadi lebih kompetitif dan terjangkau, serta membuka peluang bangkit dan meningkatnya daya saing industri dalam negeri baik secara langsung misalnya industri manufaktur, aplikasi,  konten-, maupun secara tidak langsung melalui kontribusi 4G dalam peningkatan effisiensi dunia usaha.  Dari aspek teknologi implementasi 4G dapat memfasilitasi adaptasi terhadap perkembangan teknologi, menciptakan mekanisme perizinan alokasi spektrum frekuensi radio untuk penerapan sistem teknologi 4G yang fair, dan transparan, baik untuk tahap uji coba sistem maupun komersial.
            Kita sudah megetahui bahwa implementasi 4G akan bermanfaat baik secara makro ekonomi bagi pertumbuhan masyarakat Indonesia, sekarang yang menjadi persoalan adalah mengapa hingga saat ini belum dilakukan implementasi 4G  di Idonesia ? Apakah terkait kurangnya infrastruktur seperti perangkat, alokasi spektrum dan regulasi yang ada ? 

Sekilas Tentang LTE dan 4G
            Teknologi 4G merupakan teknologi akses nirkabel generasi ke-empat yang akan menggantikan teknologi akses nirkabel generasi ke-tiga (3G). Teknologi ini menyediakan layanan video, data dan suara berbasis IP yang memiliki rata-rata pengiriman data lebih tinggi dari generasi sebelumnya. Teknologi 4G merupakan solusi IP yang komprehensif dimana suara, data, dan arus multimedia dapat sampai kepada pengguna dengan kecepatan pengiriman data lebih tinggi dari generasi sebelumnya. Setiap handset 4G akan langsung mempunyai nomor IPv6 dilengkapi dengan kemampuan untuk berinteraksi internet telephony yang berbasis Session Initiation Protocol (SIP).Kementerian Kominfo melakukan optimalisasi spektrum eksisting kepada penyelenggara seluler eksisting berijin dengan tetap menyusun  refarming frekuensi. Saat ini reframing sedang dikaji oleh Ditjen SDPPI, termasuk pengkajian permohonan  trial LTE di pita frekuensi eksisting. Antisipasi Kementerian Kominfo terhadap kemungkinan akan dikembangkannya layanan 4G adalah hal yang penting dan strategis, karena cepat atau lambat layanan tersebut akan diterapkan di Indonesia, sehingga Pemerintah akan memiliki dasar kebijakan yang komprehensif.[6]
            Teknologi 4G memberikan layanan transfer data yang sangat cepat, bahkan lebih cepat daripada koneksi broadband wireless rata-rata saat ini. Saat ini, ada dua macam teknologi yang menjadi poros dari perkembangan teknologi 4G, yaitu WiMax dan LTE (Long Term Evolution). Kedua teknologi ini diharapkan dapat menyediakan layanan akses data wireless dengan kecepatan tinggi bagi pelanggan. Akan tetapi, LTE lebih cocok dengan jaringan GSM sebagai jaringan mobile yang dominan saat ini, sehingga jalur evolusi nirkabel yang mengarah ke LTE. Teknologi LTE merupakan ekosistem teknologi nirkabel terbesar.[7]

Data Infrastruktur TIK Indonesia
            Implementasi LTE di Indonesia tentunya tidak bebas dari hambatan. Salah satu hambatan yang terjadi adalah meyangkut kesiapan infrastruktur TIK di Indonesia. Namun seirig dengan perkembangan inovasi dalam teknologi, Infrastuktur TIK Indonesia juga mengalami kemajuan. Dalam buku putih Kementrian Komunikasi dan Informatika tahun 2012 dijelaskan mengenai perkembagan pembangunan infrastruktur TIK di Indonesia. Antara lain[8] Pembangunan infrastruktur jaringan Fiber Optic telah mencapai total panjang 41.151,6 Km, yang diperkirakan akan selesai pada tahun 2014. Pembangunan FO telah berlangsung meliputi wilayah pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara dengan total kapasitas 2.071,18 Gbps dan 1616 core yang tersebar di wilayah tersebut. Sejauh ini untuk wilayah pulau Jawa pembangunan FO mencapai 60,37% dari seluruh total panjang yang sudah dibangun diikuti wilayah Sumatera, Sulawesi dan Bali-Nusa Tenggara dengan total penyelenggara sebanyak 26. Selain itu ada pula perkembangan Infrastruktur VSAT (Very Small Aperture Terminal) atau terminal pemancar dan penerima transmisi satelit yang tersebar di banyak lokasi dan terhubung ke hub sentral melalui satelit dengan menggunakan antena. Data yang didapatkan bahwa Infrastruktur VSAT sendiri saat ini memiliki HUB dengan jumlah 72 dengan kapasitas 1.394,856 Mbps. Jumlah penyelenggara sebanyak 68 penyelenggara dengan jumlah remote 39.014 dan kapasitas remote 1.604,2305 Mbps untuk mendukung transmisi ke satelit. Ada pula microwave pada tahun 2011 berjumlah kurang lebih 17 penyelenggara dengan kapasitas bandwidth total 15,6 Gbps dan total lokasi tempat fasilitas atau peralatan penyelenggara jasa internet teleponi yang terhubung dengan jaringan telekomunikasi yang dikenal dengan Point of Presence (POP) sebanyak 180. Dengan jumlah kapasitas tersebut diharapkan dapat meningkatkan akses telekomunikasi khususnya penggunaan kapasitas microwave. Infrastruktur telekomunikasi untuk Base Transceiver Station (BTS) untuk jaringan 2G dan 3G di Wilayah Indonesia terkonsentrasi di Pulau Jawa dibandingkan dengan wilayah Indonesia lainnya. Jumlah BTS 2G untuk wilayah Jawa 43.224 dan untuk BTS 3G sebanyak 15,331 node. Wilayah Indonesia berikutnya yang cukup tinggi jumlah BTS 2G dan 3G adalah wilayah Sumatera dengan 20.617 BTS 2G dan 3480 node 3G. Sementara untuk wilayah Indonesia tengah dan timur relatif memiliki komposisi yang sama dengan kisaran 3900 sampai dengan 4800 jumlah BTS 2G dan 1000 sampai 1300 node 3G, kecuali untuk wilayah Maluku dan Papua memiliki jumlah paling sedikit dengan 959 BTS 2G dan 125 node 3G. Persebaran jumlah BTS 2G dan node 3G yang terkonsentrasi di wilayah Jawa dan Sumatera dikarenakan jumlah penduduk di wilayah tersebut padat sehingga pembangunan BTS di wilayah tersebut tinggi. Secara distribusi persebaran  Point of Presence (POP) untuk masing-masing penyelenggara jasa multimedia dengan kelompok ISP, ITKP, NAP dan SISKOMDAT terkonsentrasi di wilayah Jawa. Untuk penyelenggara ISP di wilayah Jawa, jumlah POP sebanyak 894, dengan jumlah penyelenggara sebanyak 230 penyelenggara. Sementara untuk wilayah Sumatera dengan jenis penyelenggara ISP, jumlah POP sebanyak 126 dengan jumlah penyelenggara 91. Untuk wilayah Indonesia lainnya persebaran POP dengan komposisi jumlah penyelenggara hampir terdistribusi dengan komposisi yang tidak berbeda jauh. Untuk penyelenggara multimedia lainnya seperti NAP, ITKP, dan SISKOMDAT, persebaran POP juga terkonsentrasi di Wilayah Jawa namun komposisi POP dan jumlah penyelenggara multimedia tidak berbeda terlalu jauh jika dibandingkan dengan jenis penyelenggaraan ISP. Kapasitas bandwidth nasional untuk jenis penyelenggaraan Internet Service Provider (ISP) memiliki komposisi bandwidth IIX sebesar 124,207,048 Kbps dan OpenIXP sebesar 248,778,308 Kbps. Sementara untuk jenis penyelenggaraan NAP memiliki komposisi bandwidth IIX sebesar 12,355,376 Kbps dan OpenIXP sebesar 15,158,440 Kbps. Secara total untuk penyelenggaraan ISP, kapasitas bandwidth nasional adalah sebesar 372,985,356 dan untuk NAP total kapasitas bandwidth nasional sebesar 27,513,816 Kbps. Pembangunan infrastruktur Backbone FO di wilayah Indonesia masih berlangsung, sejauh ini total panjang FO yang telah dibangun adalah 41.151,6 Km. Pembangunan untuk wilayah Jawa sejauh ini mencapai 60,37% dari total seluruh FO yang sudah dibangun, dan untuk Sumatera 36,3% dari total seluruh FO yang sudah dibangun. Sementara untuk Indonesia Timur, pembangunan FO sejauh ini untuk wilayah Sulawesi mencapai 1,9% dari total yang sudah dibangun dan wilayah Bali dan Nusa Tenggara mencapai 1,38%. Dalam kurun waktu dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2011, untuk kelompok penyelenggara jasa multimedia rata-rata mengalami peningkatan. Penyelenggara jasa multimedia ini terdiri dari kelompok Penyedia Jasa Layanan Internet (ISP), Penyedia Akses Jaringan (NAP), Internet Teleponi untuk Keperluan Publik (ITKP), dan Sistem Komunikasi Data (Siskomdat). Untuk kelompok ISP mengalami peningkatan 27 ISP baru, 3 peningkatan NAP, ITKP tetap dan Jasa Siskomdat mengalami peningkatan 2 ijin baru pada tahun 2011. Dalam kurun 2010 ke 2011, persentase peningkatan total penerbitan jasa multimedia meningkat 12,07%. Sementara persentase peningkatan total dari kurun waktu 2008 sampai dengan 2011 mencapai 35,19%.


Spektrum dan Regulasi
            Telekomunikasi adalah salah satu aspek ICT yang saat ini telah dimanfaatkan oleh sebagian besar penduduk Indonesia  lebih dari 80% teledensity.Berkembangnya ICT menjadi general technology sebagai bagian integral dari Infrastruktur Nasional, Layanan teleponi, internet kecepatan tinggi maupun layanan multimedia real-time lainnya. Peningkatan kebutuhan yang terus menerus (data statistik: jumlah pelanggan 3G akan terus meningkat melewati 10 juta dan jumlah pelanggan broadband akan meningkat mendekati angka 10 juta di tahun 2012) . meningkat mendekati angka 10 juta di tahun 2012) .Operator telekomunikasi selular maupun operator FWA (CDMA) di Indonesia menunjukan minat untuk mengoperasikan teknologi 4G.Korelasi perkembangan jumlah pelanggan broadband di suatu negara dengan pertumbuhan ekonomi (peningkatan 10% penetrasi broadband akan berknotribusi dengan peningkatan ekonomi sebesar 1.3%, Bank Dunia, Qiang 2009). Secara global, kita juga menyaksikan dukungan pemerintah terhadap perkembangan broadband, di mana teknologi 4G enjadi salah satu bagian pentingnya, telah secara luas terimplementasi di negara lain, baik negara maju maupun negara berkembang
            Identifikasi peralihan teknologi 3G ke 4G dan kesiapan operator jaringan bergerak yang telah mendapatkan izin penyelenggaraan jaringan bergerak seluler generasi keempat (4G), baik untuk tahap uji coba maupun komersial.Penyusunan dan merumuskan konsep dan strategi serta regulasi yang diperlukan dalam implementasi 4G di Indonesia, diutamakan untuk rentang frekuensi yang dipakai secara global.  frekuensi yang dipakai secara global.  Identifikasi awal kontribusi teknologi 4G terhadap ekonomi Indonesia, misalnya cost benefit analisis awal untuk mengidentifikasi manfaat dan resiko dalam penetapan regulasi frekuensi 4G.
             Pendefinisian ulang hak guna frekuensi untuk setiap izin frekuensi eksisting antara lain sangat diperlukan untuk implementasi 4G: Dimensi Frekuensi : Frekuensi kerja, lebar pita termasuk guard band yang diperlukan (in-band + out-of-band emission). Dimensi Waktu : Waktu kerja, termasuk “guard time”.Dimensi Spasial: Lokasi pemancar, daerah cakupan geografis, azimuth, elevasi, dsb termasuk ”guard space” / daerah penyangga dengan ”adjacent areas”.Transformasi dari metoda pengelolaan frekuensi: Mekanisme pasar yaitu lelang frekuensi. Hal ini dilakukan untuk alokasi eksklusif frekuensi pita lebar akses di suatu wilayah untuk pengguna tertentu, seperti BWA, selular, pay-TV, mobile-TV, dsb. Spectrum commons / Penggunaan spektrum bersama oleh semua pengguna (general user). Khususnya untuk penggunaan pita frekuensi ISM band, U-NII, perangkat low power, WiFi 2.4, 5.x GHz band, dsb.Mekanisme lain yang adaptif terhadap perkembangan teknologi wirelessyang inovatif dan bergerak sangat cepat.
            Pengelolaan spektrum frekuensi haruslah Bersifat komprehensif, sistemik dan terpadu. Penerapan secara Internasional yang diatur dalam Radio  Regulations. Dikembangkan dalam aturan yang bersifat supra-nasional.Mampu mengakomodasikan kebutuhan masa depan, baik dari sisi layanan maupun dari sisi cakupan geografi. Berorientasi pada kesejahtaraan masyarakat yang didasarkan pada kebutuhan nasional dan mengikuti  perkembangan teknologi (yang selalu berkembang dan berkelanjutan).
            Spektrum frekuensi harus dikelola secara efektif dan efisien melalui: (1) Perencanaan penggunaan spektrum frekuensi yang bersifat dinamis dan adaptif terhadap kebutuhan masyarakat dan perkembangan teknologi. (2) Pengelolaan spektrum frekuensi secara sistemik dan didukung sistem informasi spektrum frekuensi yang akurat dan terkini. (3) Pengawasan dan pengendalian penggunaan spektrum frekuensi yang konsisten dan efektif. (4) Regulasi yang bersifat antisipatif dan memberikan kepastian.  4. Regulasi yang bersifat antisipatif dan memberikan kepastian. (5) Kelembagaan pengelolaan spektrum frekuensi yang kuat, didukung oleh SDM yang profesional serta prosedur dan sarana pengelolaan spektrum frekuensi yang memadai.
            Regulasi spektrum pita lebar dilakukan dengan mempertimbangkan: Masa waktu izin dengan Dasar hukum :
·         UU 36/1999 tentang Telekomunikasi
·         UU 22/2002 tentang Penyiaran
·         PP 52/2000 tentang Jangka waktu izin penyelenggaraan telekomunikasi
·         PP 53/2000 tentang Jangka waktu izin frekuensi radio
·      Permen 17/2005 tentang Jangka wakti izin frekuensi radio – Permen 17/2005 tentang Jangka wakti izin frekuensi radio
·        Permen 17/2005 tentang Jangka wakti izin frekuensi radio

Regulasi untuk teknologi terbaru, misalnya:  Ultra Wide Band, Cognitive Radio, Broadband Wireless Access. Konvergensi antara layanan yang berbeda serta segment yang berbeda, misalnya antara segmen telekomunikasi dengan penyiaran.Adanya segmen pemakai potensial baru atau konvergensi segmen pemakai.Misalnya apakah teknologi 4G hanya dialokasikan untuk sistem komunikasi bergerak, atau untuk sistem komunikasi tetap atak untuk keduanya.Perbedaan dan Standard yang berkompetisi, Band Plan, dll  2. Perbedaan dan Standard yang berkompetisi, Band Plan, dll Diantara Uni Eropa, Amerika Utara, Asia (Jepang, Korea, China, dll)Pada beberapa kasus, Band plan dari teknologi yang berkompetisi saling berlawanan satu sama lain. Metode Pengelolaan Spektrum yang baru untuk meningkatkan penggunaan spektrum yang efisiensi seperti spectrum trading, secondar market, dll.Pelunya dilakukan kajian awal analisis ekonomis dampak 4G bagi perekonomian Indonesia. Kajian ini harus dilakukan secara terpadu dan lintas disiplin

Kesimpulan dan Saran
            Infrastruktur adalah salah satu yang sumber daya yang mahal dalam upaya untuk melakukan sebuah pembangunan. Hal ini karena infrastruktur terkait perangkat keras atau hardware yang dalam proses pengadaannya membutuhkan waktu dan juga dana yang tidak sedikit. Sedangkan frekuensi adalah sumber daya alam yang sangat terbatas yang harus dimanfaatkan secara baik penggunaannya dengan sistem manajemen yang prima demi tercapainnya pertumbuhan masyarakat. Untuk regulasi di Indonesia masih harus diperkuat konsistensinya agar tidak terjadi penyelewengan yang dapat merugikan negara. Dan yang paling penting adalah keseriusan pemerintah dalam eksekusi kebijakan terkait implementasi 4G agar perecanaan ini tidak hanya sekedar kajian tetapi bisa didapat manfaatnya bagi seluruh masyarakat Indonesia.
              Dari berbagai macam data pendukung mengenai infrastruktur TIK di Idonesia, bisa dikatakan dari sisi infrastruktur Indonesia sebenarnya telah siap untuk melakukan implementasi terhadap teknologi LTE/4G. Hal ini bisa dilihat dari data infrastruktur TIK Indonesia yang selalu meningkat setiap tahunnya. Dari sisi alokasi frekuensi pun sebenarnya regulator telah melakukan kajian terhadap alternatif band 700 Mhz dan 2600 Mhz untuk implementasi 4G/LTE. Sedangkan dari sisi regulasi pun telah ada aturan tentang izin penyelenggaraan telekomunikasi serta penggunaan teknologi baru. Saat ini tinggal bagaimana semua stakeholder di bidang telekomunikasi saling bekerja sama  untuk mendukung implementasi 4G/ LTE di Indonesia. 


Referensi :
[1]. internetwordstat
[2]. APJII, 2012
[3]. Statistik ADO 2011, Dir. Pengendalian PPI, Kominfo
[4][5][6][7][8]. Buku Putih Kementrian Komunikasi dan Informatika 2012
[9]. Work Group Spectrum 4G Spectrum 4G Yogyakarta, Kominfo 5 – 7 Mei 2010

Comments


EmoticonEmoticon